Jumat, 29 Maret 2013

JANGANLAH SEDIH BERKEPANJANGAN....


"Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan tidak pula pada diri sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab sebelum kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah..."
( QS.Al-Hadiid: 22 )

Pada suatu ketika Ibrahim bin Adham melihat seorang laki-laki yang sedang bersedih. Dia berkata kepada lelaki itu, "Wahai saudara, aku ingin menanyakan kepadamu tiga pertanyaan dan aku harap engkau menjawabnya." Lelaki itu menjawab, "Baiklah."

Ibrahim pun bertanya, "Apakah ada hal yang terjadi di alam ini yang tidak dikehendaki Allah..?"

Lelaki itu menjawab, "Tentu tidak."

Ibrahim bertanya lagi, "Apakah rizkimu berkurang dari apa-apa yang telah Allah tetapkan kepadamu..?"

Lelaki tersebut menjawab: "Tidak berkurang".

Ibrahim bertanya lagi, "Apakah akan berkurang suatu tempo waktu yang ditetapkan bagimu dalam kehidupan ini...?"

Sekali lagi dia menjawab, "Tidak."

Setelah terjawab ketiga pertanyaan itu, Ibrahim bin Adham berkata, "Kalau begitu mengapa engkau masih bersedih..??"

****

Terkadang manusia dalam menjalani hidupnya tak selalu mendapatkan keinginan yang dicita-citakan...

Rencana dan impian tertata apik terburai percuma, usaha keras sekuat tenaga pun seakan tak berdaya apa-apa, menyisakan kepingan-kepingan duka dan kekecewaan...

Banyak juga di antara manusia merasa hidup tak beruntung. Memiliki masa lalu kelam dan pengalaman pahit.

Atau, setidaknya dalam perjalanan hidup kita, pernah mengalami masa yang menyesakkan dada, terhimpit beban berat, membuat kesedihan tak berujung.

Misalnya bisnis yang merugi karena kesalahan mengambil keputusan, studi berantakan, keluarga broken home, himpitan ekonomi, bencana alam melanda, dan sebagainya.

Mengingat peristiwa lampau tersebut terkadang membuat orang tersebut merasa lemah, terus terbelenggu dan tak berdaya. Karena itu, Rasulullah melarang seseorang menyesali berlebihan dengan mengandai-andai...

Rasulullah bersabda, " Bersungguh-sungguhlah pada hal yang bermanfaat bagimu, dan mintalah pertolongan kepada Allah serta jangan merasa lemah. Bila kamu ditimpa sesuatu, janganlah kamu mengatakan, 'Seandainya (tempo hari) aku melakukan ini, niscaya begini.' Katakanlah, 'Allah telah menakdirkan dan apa yang Allah kehendaki maka itu terjadi.' Sesungguhnya kata seandainya akan membuka pintu perbuatan setan..."
( HR. Bukhari )

Lebih jelas dalam surat At-Taubah ayat 51, Allah berfirman,
" Katakanlah: 'Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal'..."

Manusia itu begitu lemah. Segala marabahaya dan bencana, semuanya telah ditetapkan Allah sebelum penciptaan manusia...

Dengan meyakini hal ini, semata-mata manusia akan merasa takjub pada kebesaran dan kekuasaan-Nya.

Bukan berarti kemudian kita pasrah menyikapi bencana yang menimpa. Karena, kebahagian dan kesedihan yang datang silih berganti bukan tanpa suatu maksud...

Namun, agar kita lebih bersyukur, berempati pada orang lain, meraup hikmah dan amal tiada terkira...

Sungguh, tak patut manusia berputus asa karena derita yang bertubi-tubi...

Serta tak layak pula dia berubah sombong bila menerima suatu keberhasilan dan kesuksesan...

::~* Prinsip Dalam Kebaikan* ~::

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Ketika kita perhatian mungkin pernah disangka hanya mencari muka..

Ketika kita berbicara baik mungkin pernah disangka hanya manis di bibir belaka..

Ketika kita memberi sesuatu mungkin pernah disangka ingin mengharapkan balasan yang serupa..

Ketika memakai pakaian taqwa mungkin pernah disangka hanya topeng untuk menutupi keburukan kita..

Begitulah,ketika kita berbuat baik mungkin ada yang tidak suka bahkan memberikan respon yang tidak enak dirasa..

Ketika kita berbuat jahat apalagi pasti makin banyak orang yang tidak suka bahkan mungkin menjauhi diri kita..

Orang yang bahagia adalah orang yang melupakan keburukan orang lain terhadap dirinya sehingga mudah memaafkan..

Dan melupakan kebaikan dirinya terhadap orang lain sehingga tidak menuntut balasan yang serupa..

Karena baginya ridha Allah yang menjadi tujuan..

Agar kita tidak surut dalam langkah, berbuatlah yang disukai oleh Allah walaupun terkadang tidak disukai oleh manusia..

Memang ada hal-hal tertentu yang tak bisa kita katakan kepada orang lain..namun kita harus cukup mengerti bahwa apapun yang kita lakukan hendaklah punya niat baik untuk mengharap ridha Allah semata..

Prinsip ini harus kita pegang jika ingin dicintai oleh Allah..

Sungguh...kita tak mampu memaksa orang lain untuk berbaik sangka terhadap kita..

Tapi kita mampu mendidik hati kita untuk berbaik sangka terhadap orang lain.


KISAH CINTA ALI BIN ABI THALIB DAN FATIMAH AZ-ZAHRA

ini nih kisah yang indah,,,
gak pake pacaran,,,
let's cekidott....

KISAH CINTA ALI BIN ABI THALIB DAN FATIMAH AZ-ZAHRA

Sungguh beruntung bila diantara kita ada yang bisa mengikuti jejak cinta dari seorang Ali bin Abi Thalib RA dan istrinya Fathimah Az-Zahra RA. Karena keduanya adalah sosok yang memiliki cinta sejati yang mumpuni. Saling mengisi dan percaya dalam mengarungi bahtera kehidupan. Saling menenguhkan keimanan masing-masing kepada Allah SWT. Dan untuk lebih jelasnya, mari kita ikuti kisah singkat tentang cinta sejati mereka:

Ada rahasia terdalam di hati ‘Ali yang tak dikisahkannya pada siapapun. Fathimah, karib kecilnya, puteri tersayang dari Sang Nabi yang adalah sepupunya itu, sungguh memesonanya. Kesantunannya, ibadahnya, kecekatan kerjanya, parasnya. Lihatlah gadis itu pada suatu hari ketika ayahnya pulang dengan luka memercik darah dan kepala yang dilumur isi perut unta. Ia bersihkan hati-hati, ia seka dengan penuh cinta. Ia bakar perca, ia tempelkan ke luka untuk menghentikan darah ayahnya. Semuanya dilakukan dengan mata gerimis dan hati menangis. Muhammad ibn ’Abdullah Sang Tepercaya tak layak diperlakukan demikian oleh kaumnya! Maka gadis cilik itu bangkit. Gagah ia berjalan menuju Ka’bah. Di sana, para pemuka Quraisy yang semula saling tertawa membanggakan tindakannya pada Sang Nabi tiba-tiba dicekam diam. Fathimah menghardik mereka dan seolah waktu berhenti, tak memberi mulut-mulut jalang itu kesempatan untuk menimpali.

Ali tak tahu apakah rasa itu bisa disebut cinta. Tapi, ia memang tersentak ketika suatu hari mendengar kabar yang mengejutkan. Fathimah dilamar seorang lelaki yang paling akrab dan paling dekat kedudukannya dengan Sang Nabi. Lelaki yang membela Islam dengan harta dan jiwa sejak awal-awal risalah. Lelaki yang iman dan akhlaqnya tak diragukan; Abu Bakar Ash Shiddiq, Radhiyallaahu ’Anhu.

”Allah mengujiku rupanya”, begitu batin ’Ali. Ia merasa diuji karena merasa apalah ia dibanding Abu Bakar. Kedudukan di sisi Nabi? Abu Bakar lebih utama, mungkin justru karena ia bukan kerabat dekat Nabi seperti ’Ali, namun keimanan dan pembelaannya pada Allah dan Rasul-Nya tak tertandingi. Lihatlah bagaimana Abu Bakar menjadi kawan perjalanan Nabi dalam hijrah sementara ’Ali bertugas menggantikan beliau untuk menanti maut di ranjangnya.

Lihatlah juga bagaimana Abu Bakar berda’wah. Lihatlah berapa banyak tokoh bangsawan dan saudagar Makkah yang masuk Islam karena sentuhan Abu Bakar; ’Utsman, ’Abdurrahman ibn ’Auf, Thalhah, Zubair, Sa’d ibn Abi Waqqash, Mush’ab. Ini yang tak mungkin dilakukan kanak-kanak kurang pergaulan seperti ’Ali.

Lihatlah berapa banyak budak Muslim yang dibebaskan dan para faqir yang dibela Abu Bakar; Bilal, Khabbab, keluarga Yassir, ’Abdullah ibn Mas’ud. Dan siapa budak yang dibebaskan ’Ali? Dari sisi finansial, Abu Bakar sang saudagar, insya Allah lebih bisa membahagiakan Fathimah.

Ali hanya pemuda miskin dari keluarga miskin. ”Inilah persaudaraan dan cinta”, gumam ’Ali. ”Aku mengutamakan Abu Bakar atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fathimah atas cintaku” Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan atau mempersilahkan. Ia adalah keberanian atau pengorbanan.

Beberapa waktu berlalu, ternyata Allah menumbuhkan kembali tunas harap di hatinya yang sempat layu. Lamaran Abu Bakar ditolak. Dan ’Ali terus menjaga semangatnya untuk mempersiapkan diri. Namun, ujian itu rupanya belum berakhir. Setelah Abu Bakar mundur, datanglah melamar Fathimah seorang laki-laki lain yang gagah dan perkasa, seorang lelaki yang sejak masuk Islamnya membuat kaum Muslimin berani tegak mengangkat muka, seorang laki-laki yang membuat syaithan berlari takut dan musuh- musuh Allah bertekuk lutut.

Umar ibn Al-Khaththab. Ya, Al-Faruq, sang pemisah kebenaran dan kebathilan itu juga datang melamar Fathimah. ’Umar memang masuk Islam belakangan, sekitar 3 tahun setelah ’Ali dan Abu Bakar. Tapi siapa yang menyangsikan ketulusannya? Siapa yang menyangsikan kecerdasannya untuk mengejar pemahaman? Siapa yang menyangsikan semua pembelaan dahsyat yang hanya ’Umar dan Hamzah yang mampu memberikannya pada kaum muslimin? Dan lebih dari itu, ’Ali mendengar sendiri betapa seringnya Nabi berkata, ”Aku datang bersama Abu Bakar dan ’Umar, aku keluar bersama Abu Bakar dan ’Umar, aku masuk bersama Abu Bakar dan ’Umar.”

Betapa tinggi kedudukannya di sisi Rasul, di sisi ayah Fathimah. Lalu coba bandingkan bagaimana dia berhijrah dan bagaimana ’Umar melakukannya. ’Ali menyusul sang Nabi dengan sembunyi-sembunyi, dalam kejaran musuh yang frustasi karena tak menemukan beliau Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam. Maka ia hanya berani berjalan di kelam malam. Selebihnya, di siang hari dia mencari bayang-bayang gundukan bukit pasir. Menanti dan bersembunyi. ’Umar telah berangkat sebelumnya. Ia thawaf tujuh kali, lalu naik ke atas Ka’bah. ”Wahai Quraisy”, katanya. ”Hari ini putera Al-Khaththab akan berhijrah. Barangsiapa yang ingin isterinya menjanda, anaknya menjadi yatim, atau ibunya berkabung tanpa henti, silakan hadang ’Umar di balik bukit ini!” ’Umar adalah lelaki pemberani. ’Ali, sekali lagi sadar. Dinilai dari semua segi dalam pandangan orang banyak, dia pemuda yang belum siap menikah. Apalagi menikahi Fathimah binti Rasulullah! Tidak. ’Umar jauh lebih layak. Dan ’Ali pun ridha.

Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan. Itulah keberanian. Atau mempersilakan. Yang ini pengorbanan.Maka ’Ali bingung ketika kabar itu meruyak. Lamaran ’Umar juga ditolak.

Menantu macam apa kiranya yang dikehendaki Nabi? Yang seperti ’Utsman sang miliarderkah yang telah menikahi Ruqayyah binti Rasulullah? Yang seperti Abul ’Ash ibn Rabi’kah, saudagar Quraisy itu, suami Zainab binti Rasulillah? Ah, dua menantu Rasulullah itu sungguh membuatnya hilang kepercayaan diri. Di antara Muhajirin hanya ’Abdurrahman ibn ’Auf yang setara dengan mereka. Atau justru Nabi ingin mengambil menantu dari Anshar untuk mengeratkan kekerabatan dengan mereka? Sa’d ibn Mu’adzkah, sang pemimpin Aus yang tampan dan elegan itu? Atau Sa’d ibn ’Ubaidah, pemimpin Khazraj yang lincah penuh semangat itu?

”Mengapa bukan engkau yang mencoba kawan?”, kalimat teman-teman Ansharnya itu membangunkan lamunan. ”Mengapa engkau tak mencoba melamar Fathimah? Aku punya firasat, engkaulah yang ditunggu-tunggu Baginda Nabi.. ” ”Aku?”, tanyanya tak yakin.”Ya. Engkau wahai saudaraku!” ”Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa kuandalkan?” ”Kami di belakangmu, kawan! Semoga Allah menolongmu!”

’Ali pun menghadap Sang Nabi. Maka dengan memberanikan diri, disampaikannya keinginannya untuk menikahi Fathimah. Ya, menikahi. Ia tahu, secara ekonomi tak ada yang menjanjikan pada dirinya. Hanya ada satu set baju besi disana ditambah persediaan tepung kasar untuk makannya. Tapi meminta waktu dua atau tiga tahun untuk bersiap-siap? Itu memalukan! Meminta Fathimah menantikannya di batas waktu hingga ia siap? Itu sangat kekanakan. Usianya telah berkepala dua sekarang. ”Engkau pemuda sejati wahai ’Ali!”, begitu nuraninya mengingatkan. Pemuda yang siap bertanggungjawab atas cintanya. Pemuda yang siap memikul resiko atas pilihan-pilihannya. Pemuda yang yakin bahwa Allah Maha Kaya.

Lamarannya berjawab, ”Ahlan wa sahlan!” Kata itu meluncur tenang bersama senyum Sang Nabi. Dan ia pun bingung. Apa maksudnya? Ucapan selamat datang itu sulit untuk bisa dikatakan sebagai isyarat penerimaan atau penolakan. Ah, mungkin Nabi pun bingung untuk menjawab. Mungkin tidak sekarang. Tapi ia siap ditolak, itu resiko. Dan kejelasan jauh lebih ringan daripada menanggung beban tanya yang tak kunjung berjawab. Apalagi menyimpannya dalam hati sebagai bahtera tanpa pelabuhan. Ah, itu menyakitkan. ”Bagaimana jawab Nabi kawan? Bagaimana lamaranmu? ”Entahlah…” “Apa maksudmu?” “Menurut kalian apakah ’”Ahlan wa Sahlan” berarti sebuah jawaban!” ”Dasar tolol! Tolol!”, kata mereka, ”Eh, maaf kawan. Maksud kami satu saja sudah cukup dan kau mendapatkan dua! Ahlan saja sudah berarti ya. Sahlan juga. Dan kau mendapatkan Ahlan wa Sahlan kawan! Dua-duanya berarti ya !” Dan ’Ali pun menikahi Fathimah. Dengan menggadaikan baju besinya. Dengan rumah yang semula ingin disumbangkan ke kawan-kawannya tapi Nabi berkeras agar ia membayar cicilannya. Itu hutang. Dengan keberanian untuk mengorbankan cintanya bagi Abu Bakar, ’Umar, dan Fathimah. Dengan keberanian untuk menikah. Sekarang, bukan janji-janji dan nanti-nanti.

Ali adalah gentleman sejati. Tidak heran kalau pemuda Arab memiliki yel, “Laa fatan illa ‘Aliyyan! Tak ada pemuda kecuali Ali!” Inilah jalan cinta para pejuang. Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan tanggung jawab. Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk menanti. Seperti ’Ali. Ia mempersilakan. Atau mengambil kesempatan. Yang pertama adalah pengorbanan. Yang kedua adalah keberanian.

Dan ternyata tak kurang juga yang dilakukan oleh Putri Sang Nabi, dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari (setelah mereka menikah) Fathimah berkata kepada ‘Ali, “Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu, aku pernah satu kali jatuh cinta pada seorang pemuda ” ‘Ali terkejut dan berkata, “kalau begitu mengapa engkau mau menikah denganku? dan siapakah pemuda itu?” Sambil tersenyum Fathimah pun berkata; “Ya, karena pemuda itu adalah dirimu”

Kemudian Nabi SAW bersabda: “ Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla memerintahkan aku untuk menikahkan Fathimah puteri Khadijah dengan Ali bin Abi Thalib, maka saksikanlah sesungguhnya aku telah menikahkannya dengan maskawin empat ratus Fidhdhah (dalam nilai perak), dan Ali ridha (menerima) mahar tersebut”

Kemudian Rasulullah SAW. mendoakan keduanya: “Semoga Allah mengumpulkan kesempurnaan kalian berdua, membahagiakan kesungguhan kalian berdua, memberkahi kalian berdua, dan mengeluarkan dari kalian berdua kebajikan yang banyak”

Mempertanyakan Tulang Rusuk Adam

Manusia, diciptakan Tuhan dari tanah yang dibentuk sesuai rupaNya, dan kemudian dihembuskan nafas kehidupan, wala! Jadilah Adam, manusia pertama. Hawa, berbeda. Ia tak diciptakan dari tanah, namun dari tulang rusuk Adam. Ceritanya Adam sedang tertidur, lalu Tuhan ‘membedah’ tubuh Adam, mengambil tulang rusuknya, dan jadilah Hawa.

Kenapa Tuhan ngga ciptakan Hawa dari tanah juga?
Karena Tuhan sedang menciptakan pasangan untuk Adam. Konsep inilah yang sering digunakan dalam kegiatan mencari jodoh. Setiap orang sudah diciptakan masing-masing berpasangan, antara pria dan wanita, karena secara natural pria akan mencari tulang rusuknya yang hilang, dan wanita mencari si pemilik tulang rusuknya. Ugh..co cwit!
Namun ada juga yang tidak memanfaatkan konsep itu dengan baik. Ada yang lupa bahwa yang ia cari adalah ‘tulang rusuk’, bukan materi, penampilan dan kepopuleran. Kadang manusia silau dengan hal tersebut. Atau sudah ketemu tulang rusuknya, tapi mencintai dengan cara yang salah, seperti KDRT, pelecehan seksual, dan perselingkuhan. Ada juga yang terlanjur mencintai orang yang salah, orang yang sebenarnya sudah menemukan tulang rusuk/pemiliknya. Ada lagi yang tulang rusuk/pemiliknya telah dipanggil Tuhan. Maka jika ada yang berhasil menemukan dan hidup dengan jodohnya hingga akhir hayatnya, hal itu merupakan bagian dari rencana Tuhan yang indah.
Konsep tulang rusuk ini sekaligus dapat menjawab polemik yang makin besar yaitu pernikahan sejenis. Beberapa negara bagian di Amerika Serikat dan Eropa telah mengijinkannya. Nah kalau mereka adalah pasangan homo,  sebenarnya mereka adalah dua bentukan tanah. Aslinya tidak saling mengenal, apalagi sampai berpasangan. Demikian juga dengan pasangan lesbi, si pemilik tulang rusuk sudah nungguin lo..ada dua lagi!
Satu pertanyaan yang mengusik, karena pikiran dangkal saya sebagai manusia adalah, bagaimana dengan konsep waktu? Prosedurnya (kalau saya boleh bilang begitu) pria diciptakan lebih dulu, lalu waktu ia tertidur, Tuhan mengambil rusuknya untuk menjadi wanita.
Kalau wanitanya lebih tua, gimana?
Wanita tersebut diciptakan dari tulang rusuk siapa? Aneh ya, atau timelinenya jadi terbalik? Tapi mengenai timeline ini hati saya menolaknya. Apakah jodoh selalu merupakan kombinasi pria dan wanita dengan usia pria sama atau lebih tua dari wanitanya? Karena kalau alasannya agar sang pria sebagai kepala keluarga harus lebih dewasa dari sang wanita, saya rasa kedewasaan tidak diukur dari usianya.
Anyway, pertanyaan asal saya tersebut jangan sampai menimbulkan keraguan tentang jodoh yang akan pembaca cari, perjuangkan dan dapatkan ya. Rencana Tuhan lebih luar biasa, sehingga hal - hal yang tak mungkin bisa saja terjadi.
Oya, satu lagi, Tuhan menciptakan wanita HANYA dari satu tulang rusuk saja^^

Kamis, 28 Maret 2013

"DO’A KETIKA HATI RINDU MENIKAH"



Aminkan Do’a ini,

Ya Allah,,Ya Rabbi...
Wahai Dzat Yang Menguasai Setiap Hati
Jika memang dia bukan bagian dari tulang rusuk hamba
jangan biarkan hati ini merindukan kehadirannya
bantu hamba agar tidak memasukkan dia ke dalam pikiran dan hati hamba
tundukkanlah pesonanya dari pelupuk mata hamba
jangan biarkan ia mengukir dirinya di sudut hati hamba
gantilah kerinduan dan keinginan yang membelenggu ini dengan kasih sayangMu
yang murni dan meliputi semua makna dalam Ar Rahim-Mu
bantu hamba agar dapat mengasihinya sebagai saudara seiman yang diikat tali ukhuwah

tetapi, jika Engkau memang menciptakannya buat hamba
tolong, satukan hati kami
Bantu hamba untuk mencintainya
tanpa melebihi cinta hamba kepada-Mu, Rasul Mulia-Mu dan Jihad di Jalan-Mu
Anugerahkan hamba kesabaran, niat tulus dan kebulatan tekad
untuk memenangkan hatinya
Selimuti juga dirinya dengan kasih sayang-Mu yang Maha Luas
Agar mampu mengerti dan menerima hamba
Belajar saling melengkapi kekurangan, dan bertahan dalam kebaikan
Tumbuhkan keyakinan bahwa kami ikhlas berbagi suka dan duka
Semata dalam bingkai harapan akan Ridho-Mu

Ajari hamba agar makin dekat kepada cinta-Mu
Tuntun langkah hamba menuju cahaya-Mu yang Abadi
Ajarkan hamba kesabaran dan kesetian kepada syariat-Mu
Selama masa penantian ini
sampai saat yang Engkau tetapkan tiba waktunya

Ya Rabb,
Kabulkan doa hamba...
Aamin…AllahummaAmiin.

KETIKA HATI WANITA TERSAKITI ,,


Tak banyak lelaki tahu bagaimana keadaan Hati wanita ketika bersedih...

Wanita marah bukan berarti ia pemarah,
Melainkan hatinya tengah terluka.

Wanita yang cenderung diam bukanberarti ia egois dan cuek atau acuh tak acuh melainkan diam lebih baik darinya.

Ketika Hati wanita tersakiti..
Mungkin susah di gambarkan dengan apapun, Namun hancurnya hati wanita ketika tersakiti lebih dari sekedar gelas yang terjatuh dari atas menara"Prakk".

Ketika hati wanita tersakiti.. Tak banyak yang dapat ia lakukan..
Yang ia tahu hanyalah setetes air mata membasahi pipinya..
Yang ia tahu hanyalah dadanya terasa sesak..
Yang ia tahu hanyalah Sebuah tanda Cinta_Nya.

Jika kau ingin mengenggamnya maka genggamlah dengan halus, Jika kau ingin melepaskannya maka lepaskanlah dengan perlahan,
Kerana ia adalah makhluk yang sangat rapuh...

Jika diibaratkan kaca, Maka jangan terlalu kasar membersihkannya ­ ­,
Kerana ia akan menjadi buram.

Jika kau meletakannya jangan kau banting,
Kerana ia akan pecah begitupun hati wanita.

Kau dan Anganku

Ada sesuatu dalam dirimu, yang membuatku terus mencarimu. Bersamamu,ada perasaan senang yang tak terkira yang membuatku kerap terpesona.....

Aku tidak tau, apa yang terjadi di antara kita. Ketika kau tak ada, ada sesuatu yang terasa hilang dalam hari-hariku.

Apakah kita saling memiliki ataukah ini semua hanya semu belaka ?

Hanya Tuhan dan kau yang tau jawaban yang sesungguhnya... aku hanya mengikuti arus jalan yang telah Tuhan takdirkan. Yang ku tau rasa ini hanya untukmu. Ku rasa tidak salah, Sang Maha Penciptalah yang telah memilihmu untuk menjadi anganku yang entah sampai kapan aku dapat meraihnya. Hingga saatnya tiba, Dialah yang menentukan apakah jalan kita akan sama ataukah sebaliknya. Cukup Tuhan yang tau tentang rasa ini. Aku menitipkan semua harapan ini kepada-Nya...

created by Nur Syamsi Salam*

InginKu

Rindu ini masih saja untukmu
Meski waktu telah lama berlalu
Kisah kita seakan jadi mantra dalam hari-hari
Yang terkadang terasa memilukan hati

Dan jauh di sudut hati
Aku masih menanti,
tak bisa ku pungkiri

Namun, harapan hanya bagai tetes air
di atas embun, selalu terjatuh
Jangan bawakan lagi aku cinta
tak ada sisa harapan yang bisa ku tawarkan kepadamu
bahkan hingga ujung hari terakhirku

Dan kau, mengapa masih saja berdiri di sisiku ?
benarkah esok masih ada sinar matahari
yang mampu menghangatkan cinta kita

Minggu, 24 Maret 2013

Cerpen "Kenangan Terindah"


Aku yang lemah tanpamu, Aku yang rentan karena
Cinta yang tlah hilang darimu yang mampu menyanjungku
Selama mata terbuka, sampai jantung tak berdetak
Selama itu pun aku mampu tuk mengenangmu

Darimu kutemukan hidupku
Bagiku kaulah cinta sejatiku

Bila yang tertulis untukku adalah yang terbaik untukmu
Kan kujadikan kau kenangan yang terindah dalam hidupku
Namun takkan mudah bagiku meninggalkan jejak hidupku
Yang tlah terukir abadi sebagai kenangan yang terindah

-”Kenangan Terindah” by SamsonS


“NANA!”
Mama menggedor pintu kamarku dengan agak kencang, mencoba mengalahkan suara musik rock yang sengaja kupasang keras-keras. Aku merengut dan membuka pintu yang terkunci.
“Kenapa, Ma?” tanyaku malas sambil menjulurkan kepala ke balik pintu.
                                                                                                                                


Mama menerobos masuk dan mematikan CD-player di sudut ruangan. “Berisik amat, sih? Kuping kamu gak sakit ya?” omel mama.
Aku menekuk mukaku lebih dalam lagi. Yap, perfect! Nggak tau apa orang lagi bete berat? Ini malah ikutan diomelin, lagi! Urrggghh…
Mama mendelik melihat wajahku sambil geleng-geleng kepala. “Dari tadi Asti nelpon, tuh! Udah tujuh kali. Katanya HP kamu off yah?” mama memunguti bekas-bekas bungkus cokelat di atas meja, “Kenapa sih? Lagi berantem yah?”

Aku menghempaskan tubuh ke atas tempat tidur. “Apaan sih, Mama? Suka sok tau deh!”
Mama kembali geleng-geleng kepala. Ia duduk di sebelahku dan mengelus rambutku dengan penuh kasih. “Ya udah, kalau bete jangan kelamaan. Kamu sama Asti kan udah temenan selama tujuh tahun”
“Delapan,” koreksiku cepat.
“Ya, delapan tahun kan bukan waktu yang singkat. Memangnya apa sih masalahnya?” mama masih saja berusaha mengorek info dariku. Mungkin mama lagi cari bahan gosip kalau nanti telpon-telponan dengan Tante Ria, mamanya Asti.




Ya, karena aku dan Asti sudah bersahabat sekian lama, mama dan Tante Ria pun jadi ikut temenan.
Aaahh… Sudahlah, aku lagi nggak mood untuk ngebahas tentang Asti. Malas. Jadi teringat akan kejadian itu…
Aku mendengus, membuat mama kembali geleng-geleng kepala, kali ini sambil menghela napas panjang. “Ya udah, mama mau nonton TV dulu,” katanya sambil beranjak, “Kamu kalau mau menyendiri dulu gak pa-pa, nanti kalau Asti telpon lagi, mama akan bilang kamu lagi tidur. Tapi inget, nyetel musiknya jangan kenceng-kenceng! Nanti mama diomelin sama tetangga.”
Aku mengunci pintu segera setelah mama keluar, kemudian merebahkan diriku di atas kasur. Ternyata bete itu capek juga. Bener kata Asti, marah itu perlu banyak energi… Duh! Tuh, kan, lagi-lagi kepikiran Asti! Udah, ah, bete!.
Tadi sore, di sekolah…
Nana berjalan cepat menuju kelas, mencoba mencari Asti untuk mengajaknya pulang bareng. Rumahnya dan rumah Asti yang tidak terlalu jauh jaraknya membuat mereka selalu berangkat dan pulang bareng. Itu pulalah yang menjadi awal keakraban mereka delapan tahun yang lalu, saat mereka duduk di kelas empat SD. Nana dan Asti yang sekelas tidak sengaja ketemu di halte saat sedang menunggu bus. Semenjak itulah mereka jadi sering bersama, layaknya sepasang saudara kembar, meskipun wajah mereka tak terlalu mirip. Asti lebih cantik, namun Nana lebih pandai. Itu yang membuat mereka saling mengagumi satu sama lain.
Di depan kelas, Nana terpaku. Keadaan kelas memang lengang, namun di sebuah bangku di barisan depan duduklah Tio, si anak baru pindahan dari Bandung yang keren abis itu. Ia sedang duduk santai sambil mendengarkan CD dari discman dan membaca komik Kung Fu Boy. Nana merasa kaku. Tiba-tiba saja tangan dan kakinya jadi panas dingin dan jantungnya berdegup semakin kencang.
Tio memang keren abis! Rambutnya yang ikal kecokelatan dan agak gondrong membuatnya terlihat cute. Hidungnya mancung dengan bibir yang menyunggingkan senyum. Sesekali ia membetulkan letak kacamata yang membingkai mata indah dengan alis tebalnya. Benar-benar mirip Jude Law di film Closer. Ganteng.
Nana mencoba mengatur napas sambil terus memperhatikan keajaiban yang kini duduk beberapa meter di depannya itu. Dengan ragu ia melangkah dan bersiap menyapa Tio yang sudah tiga bulan ini selalu mengisi relung hatinya.
Namun, tiba-tiba, wajah Tio terangkat dan bibirnya menyunggingkan senyum, membuat Nana terpaku di tempatnya berdiri.
“Asti…” bisik Tio.

Nana bengong. Apa Tio yang salah ngomong atau telinganya yang salah dengar ya? Tadi rasanya Tio menyebutkan nama Asti.
“Sorry?” Nana masih berdiri kebingungan.
“Asti,” sekali lagi nama itu meluncur mulus dari bibir Tio. Semenjak Nana masih menatap Tio dengan bingung, sebelum akhirnya ia menyadari bahwa mata Tio tidak menatap ke arahnya. Tio menatap sesuatu, atau seseorang, di belakangnya. Spontan, Nana berbalik. Dan, ia menemukan Asti sedang berdiri mematung sambil tersenyum kikuk.
Sementara itu Tio membereskan barang-barangnya yang terserak di atas meja dan memanggul tas ranselnya ke arah Asti.
“Makasih CD-nya, ya, Non. Oya, Sabtu jadi nonton, kan?” tanya Tio.
Asti mengangguk pelan, “Insya Allah, jadi.”
Tio memamerkan senyum charming-nya sebelum melangkah ke luar kelas, meninggalkan Nana dan Asti berdua.
Nana memandang Asti tak percaya. Nggak mungkin! Selama tiga bulan ini Nana rutin curhat ke Asti bahwa dirinya jatuh cinta sama Tio, tapi… barusan ia baru saja memergoki Asti memberi sebuah CD kepada Tio dan janjian nge-date berdua.


Hari Sabtu, pula, which means… malem Minggu! Damn!
Asti tersenyum polos dan menggandeng tangan Nana, “Pulang sekarang, Na?”
Nana menghempaskan tangan Asti dan menampar pipinya, sebelum menjauh pergi dengan wajah merah karena menahan amarah yang memuncak di ubun-ubunnya.

Keesokan harinya.
Nana melangkah kesal ke arah kelas. Tak seperti biasanya, pagi ini ia datang pagi-pagi sekali untuk menghindari kemungkinan bertemu Asti di halte. Suasana kelas masih lengang, Nana memanfaatkan waktu yang tersisa sebelum bel sekolah berbunyi untuk menyelesaikan PR fisikanya. Tadi malam ia terlalu penat untuk bisa mengerjakan PR. Lagipula kalau toh ia berusaha untuk mengerjakan, pikirannya pasti bakal langsung melayang ke bayangan Asti dan Tio yang lagi asyik berduaan. Jadi, percuma saja!.
Lagi asyik mengerjakan PR, seseorang duduk di sebelahnya.
Nana tak terlalu memperhatikan karena ia terlalu sibuk mengerjakan PR-nya sesegera mungkin. Namun sapaan itu akhirnya menarik perhatiannya.
“Na, kamu nggak bareng Asti?”
Tubuh Nana mengejang. Tio. Tio yang ganteng dan mirip Jude Law itu lagi duduk di sebelahnya! Tapi kemudian ia segera tersadar, barusan Tio menanyakan Asti. Ya, Asti, si brengsek yang suka makan temen itu, bukan dirinya.
Nana menjawab malas, “Nggak, kenapa?”
Tio menyodorkan sebuah CD, “Ini CD punya Asti, gue nitip yah!”
Nana mengerutkan kening sambil melirik CD di atas mejanya, “Damien Rice?”
Tio mengangguk dengan semangat, “Iya, hari ini Yola, cewek gue, ultah. Makanya gue pinjem CD Asti untuk ngopi track Blower’s Daughter. Yola suka banget sama lagu itu.”
Nana mencoba menyerap semua pernyataan barusan. Wait... a girlfriend? Tio udah punya cewek? Siapa tadi… Yola? Lalu, kemarin… bukannya Tio jelas-jelas ngajak Asti nge-date?

“Tio,” Nana menahan Tio yang siap beranjak dari tempat duduknya, “Kemaren, kalau gak salah, lo ngomong soal nonton ya sama Asti?”
Tio mengangguk, “Yup. Itu loh, Sabtu ini kan anak-anak sekelas pada mau nonton bareng. Lo ikut juga kan?”
Nana hanya bisa melongo. Jadi…?!

Hari yang sama, jam istirahat.
Sebuah SMS masuk ke HP Nana.
“Na, Asti kecelakaan! Buruan ke RS. Gue tunggu! –Tiko”.
Nana langsung panik. Tanpa pikir panjang ia segera mengambil tasnya di atas meja dan melesat menuju rumah sakit.

Rumah sakit.
Sebuah tetes air mata jatuh membasahi pipi yang kaku dan memutih itu. Pipi yang sama yang telah Nana tampar kemarin sore.
Nana menutup mulutnya tak percaya, mencoba menahan teriakan histerisnya.
Perlahan, ia susuri wajah yang selama delapan tahun ini telah memancarkan kehangatan, senyum yang tulus, dan tawa ceria. Kini, wajah itu terlihat dingin. Begitu... tenang.
Nana mengusap rambut panjang Asti yang indah. Terdapat segumpal darah beku di sana, di atas sebuah jahitan panjang di dahi itu, namun Nana tak peduli. Ia memeluk tubuh itu untuk terakhir kalinya dan membisikkan kata maaf dalam tangis di telinga sahabatnya yang telah pergi untuk selamanya.
Tiko sedang berjalan menuju halte saat mendengar keributan itu. Seorang anak SMA terpelanting karena tertabrak bus ketika menyebrang sambil bengong, begitu kata warga sekitar.




 Kepalanya menabrak keras aspal, dahinya robek, dan ia pun meninggal seketika. Seorang bapak-bapak sempat mengatakan bahwa anak itu sempat menggumamkan sebuah nama. Nana.
Nana kembali terisak. Ia keluar dari kamar yang dingin itu dan merosotkan badannya di sebuah pilar.
Sayup terdengar sebuah lagu dari sebuah kamar tak jauh dari sana.

“Bila yang tertulis untukku adalah yang terbaik untukmu
Kan kujadikan kau kenangan yang terindah dalam hidupku
Namun takkan mudah bagiku meninggalkan jejak hidupku
Yang tlah terukir abadi sebagai kenangan yang terindah...”

Nana menutup matanya rapat, mencoba menghilangkan semua perasaan bersalah yang berkecamuk di hatinya.
Nana menangis lagi, kini dalam sunyi.
Kita memang tak akan pernah tahu apa yang akan terjadi.
Kini, Nana hanya bisa meratap. Sahabat terbaiknya telah pergi meninggalkannya. Namun, ia akan tetap tinggal di dalam hati Nana sebagai sebuah kenangan yang terindah..




Unsur intrinsik
Tema : Kenangan terindah
Alur : Mundur
Majas : Metafora dan Hiperbola
Latar :
-         Tempat : di kamar tidur , di sekolah , di halte, di kelas ,
                   rumah sakit.
-         Waktu : Sore , pagi , jam istirahat.
Penokohan : Mama , Asti , Nana , Tante ria , Tio , Tiko.
Sudut pandang : Orang pertama
Watak :
·       Asti : Baik , Murah hati.
·       Nana : Suka marah , suka salah paham.
·       Tio : Murah senyum , Baik.
·       Mama : Baik , Suka menasehati anaknya.
·       Tante ria : Suka gosip melalui telpon.
·       Tiko : Baik , Peduli terhadap temannya.
Amanat : Kita harus percaya kepada Sahabat kita sendiri dan kita tidak boleh berprisangka buruk sebelum mengetahui masalah/kejadian yang sesungguhnya. Sahabat itu sama seperti saudara kita sendiri karena Dia selalu ada di saat kita sedih maupun senang. Oleh karena itu, kita harus saling menyayangi dan tidak boleh menyakiti satu sama lain.






Konflik :
* Tadi sore, di sekolah…
Nana berjalan cepat menuju kelas, mencoba mencari Asti untuk mengajaknya pulang bareng. Rumahnya dan rumah Asti yang tidak terlalu jauh jaraknya membuat mereka selalu berangkat dan pulang bareng. Itu pulalah yang menjadi awal keakraban mereka delapan tahun yang lalu, saat mereka duduk di kelas empat SD. Nana dan Asti yang sekelas tidak sengaja ketemu di halte saat sedang menunggu bus. Semenjak itulah mereka jadi sering bersama.

Di depan kelas, Nana terpaku. Keadaan kelas memang lengang, namun di sebuah bangku di barisan depan duduklah Tio anak baru pindahan dari Bandung yang keren abis itu. Ia sedang duduk santai sambil mendengarkan CD dari discman dan membaca komik Kung Fu Boy. Nana merasa kaku. Tiba-tiba saja tangan dan kakinya jadi panas dingin dan jantungnya berdegup semakin kencang.
Nana mencoba mengatur napas sambil terus memperhatikan Tio yang kini duduk beberapa meter di depannya itu. Dengan ragu ia melangkah dan bersiap menyapa Tio yang sudah tiga bulan ini selalu mengisi relung hatinya.
 Namun, tiba-tiba, wajah Tio terangkat dan bibirnya menyunggingkan senyum, membuat Nana terpaku di tempatnya berdiri.
“Asti…” bisik Tio.
Nana bengong. Apa Tio yang salah ngomong atau telinganya yang salah dengar ya? Tadi rasanya Tio menyebutkan nama Asti.
“Sorry?” Nana masih berdiri kebingungan.
“Asti,” sekali lagi nama itu meluncur mulus dari bibir Tio. Semenjak Nana masih menatap Tio dengan bingung, sebelum akhirnya ia menyadari bahwa mata Tio tidak menatap ke arahnya. Tio menatap sesuatu, atau seseorang, di belakangnya. Spontan, Nana berbalik. Dan, ia menemukan Asti sedang berdiri mematung sambil tersenyum kikuk.
Sementara itu Tio membereskan barang-barangnya yang terserak di atas meja dan memanggul tas ranselnya ke arah Asti.
“Makasih CD-nya, ya, Non. Oya, Sabtu jadi nonton, kan?” tanya Tio.
Asti mengangguk pelan, “Insya Allah, jadi.”
Tio memamerkan senyum charming-nya sebelum melangkah ke luar kelas, meninggalkan Nana dan Asti berdua.
Nana memandang Asti tak percaya.  Selama tiga bulan ini Nana rutin curhat ke Asti bahwa dirinya jatuh cinta sama Tio, tapi… barusan ia baru saja memergoki Asti memberi sebuah CD kepada Tio dan janjian nge-date berdua.
Asti tersenyum polos dan menggandeng tangan Nana, “Pulang sekarang, Na?”
Nana menghempaskan tangan Asti dan menampar pipinya, sebelum menjauh pergi dengan wajah merah karena menahan amarah yang memuncak di ubun-ubunnya.





*Tiko sedang berjalan menuju halte saat mendengar keributan itu. Seorang anak SMA terpelanting karena tertabrak bus ketika menyebrang sambil bengong, begitu kata warga sekitar. Kepalanya menabrak keras aspal, dahinya robek, dan ia pun meninggal seketika. Seorang bapak-bapak sempat mengatakan bahwa anak itu sempat menggumamkan sebuah nama. Nana.



Unsur ekstrinsik

Nilai Budaya : Nana dalam cerpen tersebut cepat dalam mengambil     
                  keputusan tanpa mengetahui masalah yang sesungguhnya.
Nilai Moral : Menyakiti sahabatnya sendiri dengan cara menamparnya.
Nilai Pendidikan : Nana dalam cerpen tersebut orangnya pandai.



Hal-hal yang menarik dalam cerpen tersebut :
Tio, si anak baru pindahan dari Bandung yang keren abis itu.
Tio memang keren abis, Rambutnya yang ikal kecokelatan dan agak gondrong membuatnya terlihat cute. Hidungnya mancung dengan bibir yang menyunggingkan senyum. Sesekali ia membetulkan letak kacamata yang membingkai mata indah dengan alis tebalnya. Benar-benar mirip Jude Law di film Closer. Ganteng !
Nilai yang terkandung dalam cerpen tersebut :
Nilai- nilai yang terkandung dalam cerpen tersebut antara lain : Nilai Moral , Nilai Budaya Dan Nilai Pendidikan.